Senin, 26 September 2016

PANTAI KETINGAN SIDOARJO

  PANTAI KETINGAN SIDOARJOImage result for pantai ketingan sidoarjo

Wisata Pantai Ketingan - Sidoarjo adalah salah satu kabupaten di Jawa Timur yang terkenal karena lumpur lapindonya. Peristiwa yang banyak menimbulkan kerugian materiil ini, menjadi perhatian tidak hanya Indonesia tetapi juga mancanegara. Tetapi terlepas dari masalah lumpur yang sangat meresahkan warga masyarakat ini, ternyata Sidoarjo juga mempunyai tempat wisata yang patut untuk dibanggakan.


source:www.teruskan.com
Tempat wisata di Sidoarjo yang perlu anda ketahui adalah, Pantai Ketingan. Pantai Kepetingan atau Pantai Ketingan Sidoarjo ini, terletak di Dusun Ketingan, Desa Sawohan, Kecamatan Buduran, Kabupaten Sidoarjo.

Pantai Ketingan Sidoarjo sendiri merupakan muara dari sungai-sungai yang ada di Sidoarjo. Pantai Ketingan Sidoarjo dikelilingi oleh tambak, tumbuhan mangrove, serta hutan pantai. Pantai ini cukup sulit untuk dijangkau karena letaknya yang cukup terpencil.  Akses menuju Pantai Ketingan juga cukup sulit, karena letaknya yang kurang strategis.

Lokasi Wisata Pantai Ketingan Sidoarjo

Pantai Ketingan Sidoarjo bisa ditempuh menggunakan perahu, yang bisa disewa dari para nelayan. Jalur yang bisa ditempuh yaitu dari Bluru Kidul atau Sidoarjo, menuju Balongdowo (Candi). Kemudian perjalanan akan dilanjutkan melewati  Karanggayam (Sidoarjo), menuju Gisik Cemandi (Sedati), Kalanganyar (Sedati), dan baru sampai ke Pantai Ketingan Sidoarjo.

Sebenarnya bila ingin melewati jalur darat, bisa menggunakan sepeda motor. Tetapi ini cukup berbahaya, apalagi pada saat musim hujan. Itu dikarenakan jalannya yang masih berlumpur, dan sangat licin jadi sangat mustahil untuk bisa dilalui. Pantai Ketingan Sidoarjo memang belum begitu diketahui oleh masyarakat, terutama oleh masyarakat Sidorajo. Karena selain akses jalan yang menuju Pantai Ketingan Sidoarjo juga sangat sulit, pantai ini juga terletak di desa kecil yang tidak mempunyai desa-desa tetangga.

Pantai Ketingan Sidoarjo bukannya tidak pernah dikunjungi oleh wisatawan. Karena pada saat-saat tertentu, Pantai Ketingan Sidoarjo menjadi tempat yang ramai dikunjungi oleh wisatawan yang ingin melihat tradisi nyadran. Tradisi Nyadran di Pantai Ketingan Sidoarjo terjadi 2 kali dalam setahun, yaitu pada bulan Ramadhan dan bulan Maulid. Ritual nyadran ini bertujuan untuk menyambut datangnya bulan Ramadhan, serta sebagai wujud syukur masyarakat setempat akan karunia yang diberikan Tuhan YME atas melimpahnya hasil tangkapan ikan para nelayan.

Acara nyadran sendiri dimulai pada pagi hari. Masyarakat yang tinggal di sekitar Pantai Ketingan Sidoarjo akan berduyun-duyun pergi menuju pantai. Peserta nyadran akan membawa sesaji yang berupa nasi tumpeng, serta sesaji yang lain yang diletakkan di perahu. Masyarakat biasanya pergi menggunakan perahu yang jumlahnya tidak sedikit, selama perjalanan perahu akan diiringi dengan suara gamelan.

Tidak hanya itu akan dinyanyikan juga tembang-tembang khas jawa, yang dinyanyikan oleh peserta nyadran dari atas perahu. Perahu-perahu ini akan pergi berziarah ke makam Putri Ayu Dewi Serdadu, yang letaknya di desa Kepetingan atau Ketingan. Konon menurut cerita masyarakat setempat, Putri Ayu Dewi Serdadu adalah ibunda dari Salah satu Wali Songo yaitu Sunan giri.

Menurut cerita Putri Ayu Dewi Serdadu kehilangan bayinya, dan mencari hingga ke tengah laut namun tidak berhasil menemukan bayinya tersebut. Dalam usaha pencariannya tersebut, Putri Ayu dewi Serdadu meninggal. Dan jasadnya dibawa oleh ikan-ikan keting ke daratan dan dimakamkan di desa ketingan tersebut.

Setelah berziarah, perahu-perahu tersebut akan berjalan menuju ke tengah laut. Tempat biasa mereka menangkap ikan, dan kemudian melarungkan atau menghanyutkan sesaji atau tumpeng yang dibawa di awal acara nyadran.  Walaupun Pantai Ketingan Sidoarjo termasuk pantai yang belum begitu dikenal. Anda tidak akan kesulitan mencari tempat penginapan, yang letaknya tidak terlalu jauh dari Pantai Ketingan Sidoarjo.

CANDI KIDAL

 CANDI KIDAL


 Image result for candi kidal

Candi Kidal adalah salah satu candi warisan dari kerajaan Singasari. Candi ini dibangun sebagai bentuk penghormatan atas jasa besar Anusapati, Raja kedua dari Singhasari, yang memerintah selama 20 tahun (1227 - 1248). Kematian Anusapati dibunuh oleh Panji Tohjaya sebagai bagian dari perebutan kekuasaan Singhasari, juga diyakini sebagai bagian dari kutukan Mpu Gandring.
Candi Kidal secara arsitektur, kental dengan budaya Jawa Timuran, telah mengalami pemugaran pada tahun 1990. Candi kidal juga memuat cerita Garudeya, cerita mitologi Hindu, yang berisi pesan moral pembebasan dari perbudakan. Sampai sekarang candi masih terjaga dan terawat.

Anusapati - Sang Garuda Yang Berbakti

Penggalan pupuh dalam kitab Negarakretagama, sebuah kakawin kaya raya informasi tentang kerajaan Majapahit dan Singosari, menceritakan hal yang berkaitan dengan raja Singosari ke-2, Anusapati, beserta tempat pendharmaannya di candi Kidal.

Lokasi

Terletak di desa Rejokidal, kecamatan Tumpang, sekitar 20 km sebelah timur kota Malang - Jawa Timur, candi Kidal dibangun pada 1248 M, bertepatan dengan berakhirnya rangkaian upacara pemakaman yang disebut Cradha (tahun ke-12) untuk menghormat raja Anusapati yang telah meninggal. Setelah selesai pemugaran kembali pada dekade 1990-an, candi ini sekarang berdiri dengan tegak dan kokoh serta menampakkan keindahannya. Jalan menuju ke Candi Kidal sudah bagus setelah beberapa tahun rusak berat. Di sekitar candi banyak terdapat pohon-pohon besar dan rindang, taman candi juga tertata dengan baik, ditambah lingkungan yang bernuansa pedesaan menambah suasana asri bila berkunjung kesana.
Dari daftar buku pengunjung yang ada nampak bahwa Candi Kidal tidak sepopuler “teman”-nya candi Singosari, Jago, atau Jawi. Ini diduga karena Candi Kidal terletak jauh di pedesaan, tidak banyak diulas oleh pakar sejarah, dan jarang ditulis pada buku-buku panduan pariwisata.

Keistimewaan Candi Kidal

Kepala Batara Kala di atas gerbang masuk Candi Kidal.
Namun candi Kidal sesungguhnya memiliki beberapa kelebihan menarik dibanding dengan candi-candi lainnya tersebut. Candi Kidal terbuat dari batu andesit dan berdimensi geometris vertikal. Kaki candi nampak agak tinggi dengan tangga masuk keatas kecil-kecil seolah-olah bukan tangga masuk sesungguhnya. Badan candi lebih kecil dibandingkan luas kaki serta atap candi sehingga memberi kesan ramping. Pada kaki dan tubuh candi terdapat hiasan medallion serta sabuk melingkar menghiasi badan candi. Atap candi terdiri atas 3 tingkat yang semakin keatas semakin kecil dengan bagian paling atas mempunyai permukaan cukup luas tanpa hiasan atap seperti ratna (ciri khas candi Hindu) atau stupa (ciri khas candi Budha). Masing-masing tingkat disisakan ruang agak luas dan diberi hiasan. Konon tiap pojok tingkatan atap tersebut dulu disungging dengan berlian kecil.
Hal menonjol lainnya adalah kepala kala yang dipahatkan di atas pintu masuk dan bilik-bilik candi. Kala, salah satu aspek Dewa Siwa dan umumnya dikenal sebagai penjaga bangunan suci. Hiasan kepala kala Candi Kidal nampak menyeramkan dengan matanya melotot, mulutnya terbuka dan nampak dua taringnya yang besar dan bengkok memberi kesan dominan. Adanya taring tersebut juga merupakan ciri khas candi corak Jawa Timuran. Di sudut kiri dan kanannya terdapat jari tangan dengan mudra (sikap) mengancam. Maka sempurnalah tugasnya sebagai penjaga bangunan suci candi.

Pemugaran

Di sekeliling candi terdapat sisa-sisa pondasi dari sebuah tembok keliling yang berhasil digali kembali sebagai hasil pemugaran tahun 1990-an. Terdapat tangga masuk menuju kompleks candi disebelah barat melalui tembok tersebut namun sulit dipastikan apakah memang demikian aslinya. Jika dilihat dari perspektif tanah sekeliling dengan dataran kompleks candi, nampak candi kompleks Kidal agak menjorok kedalam sekitar 1 meter dari permukaan sekarang ini. Apakah dataran candi merupakan permukaan tanah sesungguhnya akibat dari bencana alam seperti banjir atau gunung meletus tidak dapat diketahui dengan pasti.
Dirunut dari usianya, Candi Kidal merupakan candi tertua dari peninggalan candi-candi periode Jawa Timur pasca Jawa Tengah (abad ke-5 – 10 M). Hal ini karena periode Mpu Sindok (abad X M), Airlangga (abad XI M) dan Kediri (abad XII M) sebelumnya tidak meninggalkan sebuah candi, kecuali Candi Belahan (Gempol) dan Jolotundo (Trawas) yang sesungguhnya bukan merupakan candi melainkan petirtaan. Sesungguhnya ada candi yang lebih tua yakni Candi Kagenengan yang menurut versi kitab Nagarakretagama tempat di-dharma-kannya, Ken Arok, ayah tiri Anusapati. Namun sayang candi ini sampai sekarang belum pernah ditemukan.

Relief Garuda

Relief I: Garuda melayani para ular
Relief II: Garuda mengambil tirta amerta
Relief III: Garuda menyelamatkan ibunya
Pada bagian kaki candi terpahatkan 3 buah relief indah yang menggambarkan cerita legenda Garudeya (Garuda). Cerita ini sangat popular dikalangan masyarakat Jawa saat itu sebagai cerita moral tentang pembebasan atau ruwatan Kesusastraan Jawa kuno berbentuk kakawin tersebut, mengisahkan tentang perjalanan Garuda dalam membebaskan ibunya dari perbudakan dengan penebusan air suci amerta.
Cerita ini juga ada pada candi Jawa Timur yang lain yakni di candi Sukuh (lereng utara G. Lawu). Cerita Garuda sangat dikenal masyarakat pada waktu berkembang pesat agama Hindu aliran Waisnawa (Wisnu) terutama pada periode kerajaan Kahuripan dan Kediri. Sampai-sampai Airlangga, raja Kahuripan, setelah meninggal diujudkan sebagai dewa Wisnu pada candi Belahan dan Jolotundo, dan patung Wisnu di atas Garuda paling indah sekarang masih tersimpan di museum Trowulan dan diduga berasal dari candi Belahan.
Narasi cerita Garudeya pada candi Kidal dipahatkan dalam 3 relief dan masing-masing terletak pada bagian tengah sisi-sisi kaki candi kecuali pintu masuk. Pembacaannya dengan cara prasawiya (berjalan berlawanan arah jarum jam) dimulai dari sisi sebelah selatan atau sisi sebelah kanan tangga masuk candi. Relief pertama menggambarkan Garuda dibawah 3 ekor ular, relief kedua melukiskan Garuda dengan kendi di atas kepalanya, dan relief ketiga Garuda menggendong seorang wanita. Di antara ketiga relief tersebut, relief kedua adalah yang paling indah dan masih utuh.
Dikisahkan bahwa Kadru dan Winata adalah 2 bersaudara istri resi Kasiapa. Kadru mempunyai anak angkat 3 ekor ular dan Winata memiliki anak angkat Garuda. Kadru yang pemalas merasa bosan dan lelah harus mengurusi 3 anak angkatnya yang nakal-nakal karena sering menghilang di antara semak-semak. Timbullah niat jahat Kadru untuk menyerahkan tugas ini kepada Winata. Diajaklah Winata bertaruh pada ekor kuda putih Uraiswara yang sering melewati rumah mereka dan yang kalah harus menurut segala perintah pemenang. Dengan tipu daya, akhirnya Kadru berhasil menjadi pemenang. Sejak saat itu Winata diperintahkan melayani segala keperluan Kadru serta mengasuh ketiga ular anaknya setiap hari. Winata selanjutnya meminta pertolongan Garuda untuk membantu tugas-tugas tersebut. (relief pertama).
Ketika Garuda tumbuh besar, dia bertanya kepada ibunya mengapa dia dan ibunya harus menjaga 3 saudara angkatnya sedangkan bibinya tidak. Setelah diceritakan tentang pertaruhan kuda Uraiswara, maka Garuda mengerti. Suatu hari ditanyakanlah kepada 3 ekor ular tersebut bagaimana caranya supaya ibunya dapat terbebas dari perbudakan ini. Dijawab oleh ular "bawakanlah aku air suci amerta yang disimpan di kahyangan serta dijaga para dewa, dan berasal dari lautan susu". Garuda menyanggupi dan segera mohon izin ibunya untuk berangkat ke kahyangan. Tentu saja para dewa tidak menyetujui keinginan Garuda sehingga terjadilah perkelahian. Namun berkat kesaktian Garuda para dewa dapat dikalahkan. Melihat kekacauan ini Bathara Wisnu turun tangan dan Garuda akhirnya dapat dikalahkan. Setelah mendengar cerita Garuda tentang tujuannya mendapatkan amerta, maka Wisnu memperbolehkan Garuda meminjam amerta untuk membebaskan ibunya dan dengan syarat Garuda juga harus mau menjadi tungganggannya. Garuda menyetujuinya. Sejak saat itu pula Garuda menjadi tunggangan Bathara Wisnu seperti nampak pada patung-patung Wisnu yang umumnya duduk di atas Garuda. Garuda turun kembali ke bumi dengan amerta. (relief kedua).
Dengan bekal air suci amerta inilah akhirnya Garuda dapat membebaskan ibunya dari perbudakan atas Kadru. Hal ini digambarkan pada relief ketiga dimana Garuda dengan gagah perkasa menggendong ibunya dan bebas dari perbudakan. (relief ketiga)

Ruwatan

Berbeda dengan candi-candi Jawa Tengah, candi Jawa Timuran berfungsi sebagai tempat pen-dharma-an (kuburan) raja, sedangkan candi-candi Jawa Tengah dibangun untuk memuliakan agama yang dianut raja beserta masyarakatnya. Seperti dijelaskan dalam kitab Negarakretagama bahwa raja Wisnuwardhana didharmakan di candi Jago, Kertanegara di candi Jawi dan Singosari, Hayam Wuruk di candi Ngetos, dsb.
Dalam filosofi Jawa asli, candi juga berfungsi sebagai tempat ruwatan raja yang telah meninggal supaya kembali suci dan dapat menitis kembali menjadi dewa. Ide ini berkaitan erat dengan konsep Dewaraja yang berkembang kuat di Jawa saat itu. Dan untuk menguatkan prinsip ruwatan tersebut sering dipahatkan relief-relief cerita moral dan legenda pada kaki candi, seperti pada candi Jago, Surowono, Tigowangi, Jawi, dan lain lain. Berkaitan dengan prinsip tersebut, dan sesuai dengan kitab Negarakretagama, maka candi Kidal merupakan tempat diruwatnya raja Anusapati dan dimuliakan sebagai Siwa. Sebuah patung Siwa yang indah dan sekarang masih tersimpan di museum Leiden - Belanda diduga kuat berasal dari candi Kidal. Sebuah pertanyaan, mengapa dipahatkan relief Garudeya? Apa hubungannya dengan Anusapati?.
Kemungkinan besar sebelum meninggal, Anusapati berpesan kepada keluarganya agar kelak candi yang didirikan untuknya supaya dibuatkan relief Garudeya. Dia sengaja berpesan demikian karena bertujuan meruwat ibunya, Kendedes, yang sangat dicintainya, namun selalu menderita selama hidupnya dan belum sepenuhnya menjadi wanita utama.
Dalam prasati Mula Malurung, dikisahkan bahwa Kendedes adalah putri Mpu Purwa dari pedepokan di daerah Kepanjen – Malang yang cantik jelita tiada tara. Kecantikan Ken Dedes begitu tersohor hingga akuwu Tunggul Ametung, terpaksa menggunakan kekerasan untuk dapat menjadikan dia sebagai istrinya prameswari. Setelah menjadi istri Tunggul Ametung, ternyata Ken Dedes juga menjadi penyebab kematian suaminya yang sekaligus ayah Anusapati karena dibunuh oleh Ken Arok, ayah tirinya.
Hal ini terjadi karena Ken Arok, yang secara tak sengaja ditaman Boboji kerajaan Tumapel melihat mengeluarkan sinar kemilau keluar dari aurat Kendedes. Setelah diberitahu oleh pendeta Lohgawe, bahwa wanita mana saja yang mengeluarkan sinar demikian adalah wanita ardanareswari, yakni wanita yang mampu melahirkan raja-raja besar di Jawa. Sesuai dengan ambisi Ken Arok maka diapun membunuh Tunggul Ametung serta memaksa kawin dengan Kendedes. Sementara itu setelah mengawini Kendedes, Ken Arok masih juga mengawini Ken Umang dan menurut cerita tutur Ken Arok lebih menyayangi istri keduanya daripada Ken Dedes; Sehingga Ken Dedes diabaikan.
Berlandaskan uraian di atas, maka pemberian relief Garudeya pada candi Kidal oleh Anusapati bertujuan untuk meruwat ibunya Ken Dedes yang cantik jelita namun nestapa hidupnya. Anusapati sangat berbakti dan mencintai ibunya. Dia ingin ibunya menjadi suci kembali sebagai wanita sempurna lepas dari penderitaan dan nestapa.

Jumat, 23 September 2016


Masjid Turen 

Image result for MASJID MUNCUL
ebuah pondok pesantren di Malang, Jawa Timur, mendapat sebutan sebagai masjid tiban atau masjid yang muncul tiba-tiba oleh warga sekitar. Hampir keseluruhan bangunan pondok pesantren ini terbuat dari marmer sehingga banyak wisatawan yang ingin berkunjung untuk melihat keindahannya.

Masjid Tiban sebenarnya Pondok Pesantren Salafiah Bihaaru Bahri Asali Fadlaailir Rahmah (Bi Ba’a Fadlrah) yang terletak di Turen, Kabupaten Malang, Jawa Timur. Pesantren yang memiliki nama cukup panjang ini yang mempunyai makna Laut Madu atau, "Fadilah Rohmat" atau dalam bahasa Jawa Segarane, Segara, Madune, Fadhole Rohmat.

Konon, masjid yang sangat megah ini dibangun tanpa sepengetahuan warga sekitar. Bahkan ada mitos yang menyebutkan bahwa masjid ini dibangun oleh jin dalam waktu hanya semalam.

Masjid ini memang terlihat berbeda, suasa berbeda sudah mulai terasa saat akan memasuki pintu masuk pondok pesantren yang berdiri di tanah seluar 5 hektare.

Ornamen timur tengah dan kaligrafi sangat kental menghiasi seluruh dinding serta tiang yang digunakan sebagai penyangga masjid. Bangunan pondok yang menampung sekitar 200 santri ini sudah berdiri sejak tahun 1978. Masjid ini dibangun oleh Romo Kiai Haji Ahmad Bahru Mafdlaluddin Shaleh Al-Mahbub Rahmat Alam, atau yang akrab disapa Romo Kiai Ahmad.

Secara intensif, bangunan Masjid Tiban dilakukan sejak tahun 1999 oleh para santri dan jamaah pondok. Banyaknya kubah di komplek pesatren Bi Ba'a Fdlrah membuat masyarakat yang mengira bahwa bangunan itu adalah masjid. Karena itu, masyarakat luas lebih mengenal di lokasi itu adalah Masjid Tiban dan bukan pondok pesantren.

Pengasuh pondok pesantren Bi Ba'a Fdlrah, Kyai Haji Ahmad Hasan menjelaskan pendirian bangunan di pondok pesantren yang diketahui warga ada secara tiba-tiba. Menurutnya, semua pembangunan bersifat transparan karena dikerjakan oleh santri dan jamaah.

"Sebenarnya tidak demikian, karena pondok ini "mohon maaf ini bukan masjid tapi pondok" tapi di dalam pondok itu ada masjidnya. Orang kadang-kadang menyebut tiban, kadang masjid yang sebenarnya ini pondok. Sebenarnya pondok ini dibangun sesuai dengan orang-orang membangun secara lahiriah," katanya.

Pondok pesantren ini memang terbuka bagi siapa saja yang datang. Bahkan untuk masyarakat yang datang untuk sekedar berwisata.

 Bangunan utama pondok dan masjid tersebut sudah mencapai 10 lantai, tingkat 1 sampai dengan 4 digunakan sebagai tempat kegiatan para Santri Pondokan, lantai 6 seperti ruang keluarga, sedangkan lantai 5, 7, 8 terdapat toko-toko kecil yang di kelola para Santriwati.

Berbagai macam makanan ringan dijual dengan harga murah, selain itu ada juga barang-barang yang dijual berupa pakaian sarung, sajadah, jilbab, tasbih dan sebagainya.

Tak hanya unik, di dalam ponpes tersebut juga tersedia kolam renang, dilengkapi perahu yang hanya khusus untuk dinaiki wisatawan anak-anak. Di dalam komplek ponpes itu juga terdapat berbagai jenis binatang seperti kijang, monyet, kelinci, aneka jenis ayam dan burung.

Arsitek dari pembangunan ponpes ini bukanlah seseorang yang belajar dari ilmu arsitektur perguruan tinggi, melainkan hasil dari istikharah pemilik pondok, KH Achmad Bahru Mafdloludin Sholeh. Karenanya, bentuknya menjadi sangat unik, seperti perpaduan Timur Tengah, China dan modern.
GOA CINA

Image result for goa cina

Pantai Goa China adalah sebuah pantai di pesisir selatan yang terletak di Dusun Tumpak Awu, Desa Sitiarjo, Kecamatan Sumbermanjing Wetan, Kabupaten Malang, Jawa Timur. Nama asli pantai ini adalah Pantai Rowo Indah, namun karena pernah terjadi peristiwa kematian seorang China yang sedang bertapa di dalam goa yang ada di kawasan pantai ini, nama Rowo Indah kalah popular daripada Goa China sampai sekarang. Tidak ada catatan resmi tahun berapa tragedi itu terjadi, namun warga sekitar pantai meyakini sekitar 20 tahunan silam. Dari Pantai Bajulmati, Desa Gajahrejo, Kecamatan Gedangan menuju Pantai Goa China ini hanya perlu waktu 15 menit saja karena kedua pantai ini hanya berjarak tak lebih dari 7 km. Aksesnya pun sangat mudah karena melewati jalur lingkar selatan (JLS) dengan aspal yang mulus. Terdapat petunjuk arah dan rambu yang akan memandu pengunjung untuk menuju lokasi. Tetapi Anda harus tetap berhati-hati karena jalannya berkelok-kelok dan berada di sisi jurang.
Sebelum memasuki Pantai Goa China kita akan melewati Jembatan Bajulmati yang berada di atas muara laut tersebut. Jembatan tersebut memiliki panjang sekitar 80 meter dengan lebar sekitar 20 meter untuk dua jalur. Arsitekturnya cukup bagus dengan tiang melengkung di tengah jembatan dengan posisi membujur. Ketinggian tiang mencapai 20 meter. Model jembatan ini khas sekali sehingga cukup artistik. Jarak sekitar satu kilometer ke arah timur dari jembatan itu, ada pintu masuk menuju Pantai Goa China. Sayang, akses dari JLS menuju Pantai Goa China agak susah, sekitar 500 meter jalan rusak parah. Jalannya sebenarnya cukup lebar, namun karena jalan dari tanah tidak rata dan banyaknya bebatuan kapur. Apalagi ketika tergenang hujan, jalan cukup lembek dan licin.
Namun sulitnya medan itu sebanding dengan panorama alam yang disajikan Pantai Goa China. Tiket masuk Pantai Goa China sebesar Rp 4.000 dan parkir kendaraan sebesar Rp 5.000. Luas area Pantai Goa China tidak begitu luas, namun keberadaan tiga pulau yang berada di tengah-tengah pantai membuat pandangan lebih indah. Tiga pulau itu adalah Pulau Bantengan, Pulau Goa China dan Pulau Nyonya. Di pinggir pantai ini cukup asri, pohon-pohon berbagai jenis seperti pohon cembirit, ketapang, dan pohon jenis tutup berjajar rapi di area pinggir pantai. Pohon-pohon ini cukup meneduhkan pengunjung, apalagi di bibir pantai yang cukup jernih hingga kelihatan batu karangnya.
Keberadaan goa di pantai ini terletak di sisi kanan pantai sekitar 50 meter dan berada di bukit karang. Goa tersebut sebenarnya tidak begitu bagus, hanya rongga biasa yang menjorok sekitar delapan meter dengan ketinggian sekitar dua meter. Siapa pun bisa dengan mudah masuk. Ruangan di dalamnya juga cukup lebar, bisa untuk dua orang berjalan beriringan. Lebarnya kira-kira dua meteran. Meski namanya goa, tapi tidak terlihat batu-batu stalaktit maupun stalakmit yakni batu-batu yang menjorok tajam dari atas goa maupun dari sisi tebing maupun dasr goa. Jadi, goa ini lebih tepat disebut sebagai rongga yang ada di dalam karang. Meski begitu, goa terlihat memiliki nilai magis yang kuat.
Selain popular dengan keberadaan goanya, pantai ini juga menyajikan fenomena alam yang langka, yakni terjadinya gelombang bersimpangan tidak keruan dari tiga arah, selatan, timur dan barat. Arus gelombang itu selalu bertabrakan di antara Pulau Bantengan dan Pulau Nyonya. Karena arus gelombang yang bertabrakan demikian kuat, sehingga memunculkan suara bergemuruh. Inilah salah satu fenomena alam yang cukup langka di pantai Malang Selatan. Karena besarnya ombak, tidak ada perahu nelayan yang berani bersandar di pantai ini. Kawasan Pantai Goa China ini hanya menjadi jalur lalu lintas para nelayan dari segala penjuru menuju Pantai Sendangbiru. Berbagai fasilitas terdapat di pantai ini misalnya warung makan, musholla, masjid, kamar mandi, dan tempat parkir akan membuat liburan Anda terasa menyenangkan.
banjir garut 
Banjir Garut

Setidaknya 16 orang ditemukan tewas dan sejumlah orang lainnya hilang akibat banjir bandang yang melanda Kabupaten Garut, Jawa Barat.
Hal ini diungkapkan Kepala Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Jawa Barat, Haryadi Wargadikarta, kepada wartawan BBC Indonesia, Ging Ginanjar.
"Korban dikhawatirkan bisa bertambah. Tapi sejauh ini yang sudah ditemukan tewas, 16 orang. Yang hilang masih didata, juga yang luka," kata Haryadi yang berada di lokasi bencana.
Ditambahkannya, yang terkena dampak sekitar 500 keluarga di tujuh kecamatan.
  • Banjir Kemang mulai surut, tapi hujan deras masih mengancam
  • Banjir dan longsor di Sangihe, empat orang tertimbun
  • Hujan deras, Jakarta masih banjir di sana-sini
Pada Rabu (21/9), air sudah surut. Namun, ratusan relawan dan petugas penyelamat dan bantuan dari berbagai lembaga terus melakukan pencarian dan penyelamatan korban.
Menurut Haryadi, banjir bandang terjadi akibat hujan yang turun sejak Selasa (20/9) dalam intensitas tinggi dan berdurasi panjang, ditambah tingginya tingkat kerentanan tanah.
"Banjir bandang terjadi menjelang tengah malam, di Kecamatan Tarogong Kidul terutama, di daerah aliran sungai Cimanuk. Jadi air sungai Cimanuk itu meluap, langsung menghantam pemukiman sekitar. Ketinggiannya 1,5-2 meter. Banyak yang sampai melewati atap rumah penduduk," kata Haryadi.
"Sekarang sudah surut, ribuan warga yang semula mengungsi, kebanyakan kembali untuk membersihkan rumah masing-masing yang dipenuhi lumpur, dibantu relawan dan petugas berbagai instansi," tambah Haryadi.
  • Enam orang masih hilang akibat longsor di Papua Barat
  • Sembilan rumah tertimbun longsor di Banjarnegara, 237 orang mengungsi
  • Banjir di Kabupaten Bandung, ribuan mengungsi
  • Hujan guyur Jakarta, sungai Ciliwung tidak meluap
Selain di Garut, banjir dan longsor akibat hujan deras itu juga terjadi di Kabupaten Sumedang yang bertetangga.
Disebutkan, penduduk tetap harus waspada karena ada kemungkinan hujan deras kembali turun.
Selain sungai Cimanuk, sungai lain Cikamuri yang berada di wilayah itu, juga meluap.
Di tempat lain, menurut Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), terjadi longsor di Desa Cimareme, Kabupaten Sumedang, Jawa Barat, pada Selasa (20/9) menjelang tengah malam.
"Longsor menimbun dua rumah, dan dua orang ditemukan tewas. Dua orang lagi masih dicari, dicemaskan tertimbun longsor,' kata Sutopo Purwo Nugroho, juru bicara BNPB.